Menulis adalah suatu hal yang mudah. Kita haya perlu mengambil pena dan kertas, kemudian menggoreskan isi pikiran kita kedalamnya. Karena sebagus apapun kata-kata yang kita pikirkan, tidak akan pernah menjadi tulisan jika tidak kita tuangkan. Tulisan juga bisa menjadi media visual untuk berdakwah. Apalagi ditengah merosotnya ajaran agama yang kini tengah kita rasa.
Untuk melatih kepenulisan di bidang dakwah, para mahasiswa STIQSI mengadakan kajian literasi pada hari jumat, 22 november 2019, yang dihadiri oleh penulis asal lamongan yakni Ahmad Rifa’i Rif’an.
Kajian literasi ini dilaksanakan di Aula Ponpes Al-Ishlah, dengan dihadiri oleh segenap mahasiswa STIQSI, ditambah dengan seluruh anggota dewan pers. Dengan diadakannya acara ini, diharapkan para audiens yang hadir bisa terinspirasi untuk selalu berkarya dan berdakwa melalui media sastra.
Ada hal menarik dalam acara tersebut. Dimana durasi penyampaian sambutan lebih lama dibandingkan materi inti. Sekitar 1 jam 35 menit, sambutan dari Ustadz Dawam yang berisi cerita inspirasi tentang perjalanan beliau dalam menulis, hingga sampai mendirikan pondok. Kemudian sambutan kedua dari Ustadz Miftah Nur Ilmi selaku panitia penyelenggara acara, dan dilanjutkan dengan materi utama oleh Ahmad Rifa’ I Rif’an yang berlangsung selama 1 jam 25 menit. Hal ini membuat acara yang seharusnya selesai pukul 10:30, mundur sampai jam 11:10 WIB.
Penulis kelahiran lamongan ini, menyatakan bahwa hari itu adalah kunjungan keduanya ke Ponpes Al-Ishlah. Pada kedatangan pertamanya, ia membahas tentang bedah buku yang berjudul “ Izrail bilang ini Ramadhan terakhirku ” yang diperuntukan kepada anak-anak SMP Mudalas. Penulis lulusan teknik mesin ITS Surabaya ini, telah menerbitkan beberapa bukunya, antara lain yaitu; Tuhan maaf kami sedang sibuk, The perfect muslimah, dan beberapa buku ber-seri.“ Bukan untuk ingin menjadi kaya, tetapi harus menjadi kaya. ” Tukas Rifa’i Rif’an. Ia menjelaskan, bahwa ketika menulis, kita tidak perlu takut dianggap materialistis. Karena dari sisi finansial tersebut, kita bisa berbuat baik dan membahagiakan orang-orang di sekitar kita.
“ Bukan untuk ingin menjadi kaya, tetapi harus menjadi kaya. ” Tukas Rifa’i Rif’an. Ia menjelaskan, bahwa ketika menulis, kita tidak perlu takut dianggap materialistis. Karena dari sisi finansial tersebut, kita bisa berbuat baik dan membahagiakan orang-orang di sekitar kita.